Rahmatan Lil 'Alamin

Selasa, 16 Maret 2010

I have no idea to talking about . . .

Setelah perdebatan sengit dengan kawanan Donal Bebek, aku dan Wentje secara dramatis tiba-tiba jadi laper banget. Gimana nggak? Selama hampir 2 jam kita berdua setia nonton hujan campur petir persis di depan ruko, markas dari Donal Bebek nyebelin itu.

Setelah ngtem agak lama kita berdua sepakat untuk pergi ke salah satu mal. Itung-itung buat cuci mata walaupun tongpes. Nyampe sana, kita berdua yang terhitung sebagai cewek-cewek yang hobi wisata kuliner (terlalu basa-basi, singkatnya kami kelaparan) akhirnya nekat masuk ke restoran junk food dan mesen 2 porsi ayam goreng. Karena kursi yang tersedia di dalam penuh, akhirnya aku dan Wentje makan di luar di mana suasananya persis berhadapan dengan orang yang lagi lalu-lalang.

Waktu lagi asyik makan, mataku menangkap sosok bersahaja yang sangat mengagumkan. Dari raut wajahnya, sepertinya dia sebaya sama aku. Dia lumayan tinggi, bersih, dan enak dilihat.

Oh ya...dia bukan seorang cowok yang sibuk ngebawa kantong belanja milik pacarnya, atau anak-anak muda yang suka hang out di mal akhir pekan. Karena dia seorang Cleaning Service.

Bagi dunia kepenulisan, 1 kalimat terakhirku tadi kelihatan kurang 'pas' dan bisa jadi bahan kritikan oleh para pakar penulis. Kenapa aku ga nulis
"Karena dia hanya seorang cleaning service..."
Walaupun terbaca indah dan harmonik, tapi satu kata 'hanya' yang merupakan bumbu keindahan kalimat agar terdengar 'pas' itu terasa kejam dan diskriminatif buat aku.

Karena apa yang diperbuat sang Cleaning Service ini begitu mulia walau pekerjaan yang dia lakuin setiap hari (lagi-lagi tanpa 'hanya') menyapu dan mengepel lantai mal.
Itu pekerjaan yang seringkali berkonotasi rendahan.
Namun pada hari itu aku menyaksikan sendiri bagaimana cleaning service ini dengan giatnya serta sabar dan iklas mengepel lantai mal tanpa sedikitpun sewot lantaran setiap kali mengepel, sesering itu pula lantai yang dia pel diinjak-injak orang yang lalu lalang dan ngebuat dia harus ngepel lagi dan lagi.

Sebuah pengalaman berharga aku dapatkan dari si cleaning service tersebut. Yang wajahnya tetap ceria walau puluhan orang di mal itu mengotori lantai yang dipelnya berulangkali. Coba bandingkan sama aku yang misalnya lagi ngpel capek-capek, tapi dikotori gitu aja? Wah, bisa keluar tendangan Xena the Warrior Princess nih.
Semenjak itu aku berhati-hati banget menggunakan kata 'hanya' untuk menceritakan sebuah deskripsi tentang apa yang aku liat dan alami. Seperti kejadian di mal itu. Kata 'hanya' itu nggak adil dan membunuh jasa si cleaning service ini.

Mungkin dia bukan seorang mahasiswa yang sebentar lagi sarjana. Bukan juga seorang anak orang kaya yang terpelajar dengan didikan sopan santun yang tinggi. Namun kerendahan hatinya dan kesabarannya serta keikhlasan yang terpancar dari sinar wajahnya menempatkan dia barangkali begitu tinggi di hadapan Tuhan. Maka, aku dan semua orang rasanya patut belajar darinya. Karena ia lah sesungguhnya Rahmatan Lil Alamin....

0 komentar:

Scroll Up and dOwn

Sociofluid