Antara aku, Einstein, dan Benjamin Franklin

Kamis, 18 Maret 2010




Banyak pelajaran kehidupan bila kita mau membuka mata. Lalu apakah yang selama ini aku lihat?

Uang, cinta, harga diri, masa depan, rasa ingin dihargai, dan banyak hal yang ngebikin aku terlalu sibuk ngelamun untuk mikirin itu semua. Padahal tanpa aku sadari, itu hanya membuang-buang waktu aja. Aku udah menyia-nyiakan umurku terlalu banyak, hanya untuk merenungkan apa-apa yang belom aku dapetin, dan apa-apa yang ngbikin aku selalu down.

Terlalu banyak ’aku’ dalam duniaku. Terlalu banyak ketidakpuasan dalam diriku.

Setiap pulang ke rumah, yang aku liat cuma aku dengan segala keterbatasanku. Setiap kali ada di tengah-tengah euphoria, aku hanya liat aku yang slalu ngerasa sendiri. Benar-benar sendiri.

Lalu apa gunanya kekhawatiran itu?

Lagi-lagi, aku hanya bisa bertanya pada diri sendiri. Padahal aku udah tahu jawabannya.

Nggak ada gunanya.

Kenapa harus khawatir? Kekhawatiran nggak akan membawaku kemana-mana kecuali merasa selalu nggak bersyukur dengan apa yang aku miliki. Kekhawatiran membuat aku ragu untuk melangkah dan dia nyaris selalu menghantuiku.

Aku frustasi sama semua itu.

Tapi ketika aku nyoba untuk bangkit, aku malah bingung harus mulai dari mana. Nggak ada pilihan lain selain memulai lagi dari awal.

Kata pepatah, mempertahankan jauh lebih sulit daripada mengawali. Dan aku rasa, statement itu bener banget. Aku selalu pinter untuk membuat hal-hal baru. Tapi semua itu berakhir di tengah jalan dan nggak ada artinya.

Seperti beberapa hari yang lalu, saat aku sebelum tidur berkekad untuk bangun pagi. Bener. Besoknya aku bisa bangun jam empat subuh dan nglakuin aktifitas yang udah aku rencanain malamnya. Dan apa yang terjadi besoknya? Lagi-lagi aku terbangun di pukul enam dengan penuh penyesalan.

Apakah orang se ulet Benjamin Franklin pernah ngerasa nggak mood untuk bangun pagi? Apakah Eistein pernah ngerasa boring sama Fisika?

Aku rasa, aku perlu mencontoh semangat mereka yang nggak pernah down dalam rangka mewujudkan apa yang diyakininya.

0 komentar:

Scroll Up and dOwn

Sociofluid