Life is not about finding yourself, but creating yourself…
(Anonymous)
Setiap kali menjelang tidur, aku selalu merenung tentang arti jati diri yang selama ini aku cari. Apa itu jati diri? Bagaimana jati diri itu, seperti apa, kapan, dan di mana aku bisa menemukannya?
Apakah jati diri adalah sebuah ‘penemuan’ siapakah diri ini sebenarnya? Or is just the way I’ve trough to get the meaning of life?
Terkadang, aku ngerasa lahir sebagai pecundang saat aku ngga bisa ngeraih hal yang seharusnya bisa dilakukan semua orang. Terkadang aku negrasa begitu bodoh, nggak berguna, dan nggak punya arti hanya karena aku terlalu sering gagal dan nggak seberuntung teman-temanku yang lain.
Waktu ketemu mereka, setelah tiga tahun nggak bertemu semenjak lulus SMA, mereka terlihat begitu terpelajar dengan pengalaman akademis mereka sebagai mahasiswa dan seperti terlahir dengan wajar karena menikmati apapun yang seharusnya mereka dapetin. And I am not.
Ada yang kuliah di jurusan hukum di Universitas unggulan, ada yang ngambil jurusan bisnis, ada yang aktif organisasi ini itu, bahkan ada yang dengan bangganya bercerita dengan sukacita bahwa setahun lagi dia akan lulus dari Universitas di Belanda tempat di mana dia selama ini mendapatkan beasiswa. Dan menurutku, mereka semua, alhamdulillah beruntung. Kemudian mereka akan bertanya, apa kegiatanku selama ini?
Kuliah ?
Aku menggeleng. Namun tetap berusaha tersenyum tabah, walau dadaku sesak.
Kursus?
Nggak. Kataku. Aku sudah punya banyak keahlian pikirku.
Kerja?
Ya.
Kerja di mana? Sebagai apa?
Aku menjawab tegar : Di super market. Sebagai SPG Detergen.
Seharusnya aku nggak perlu berkecil hati dengan semua ini. Aku tahu, aku pintar. Semua piala maupun piagam yang pernah aku dapetin sebagai “Yang Terbaik” atau “Juara” adalah bukti bahwa aku cukup brilian sekalipun saat itu akhirnya aku ‘hanya’ seorang SPG Detergen. Kayaknya ada yang berteriak dengan lantang dalam hatiku :
“Belajarlah bersyukur dan bersabar dengan menghargai secuil manfaat yang pernah kamu lakuin. STOP menyalahi keadaan dan tetaplah bangga sama semua jerih payahmu seremeh apapun itu.
DON’T EVER BLAME YOURSELF FOR EVERYTHING HAPPENED TO YOU?!”
Lalu sebuah pandangan baru datang ketika aku nonton Spiderman. Kisah yang seluruh dunia tau, kalo Spiderman sebenernya adalah seorang mahasiswa ngaret bernama Peter Parker atau cowok culun yang dianggap ‘nerd’ di lingkungan sekitarnya. Dia hanya seorang cowok biasa, yang nggak cakep, dan sering diledek temen-temennya karena aneh dan lain-lain. Tapi mereka semua nggak tau, bahwa si culun ini adalah pahlawan yang selama ini sering menyelamatkan
Namun apa yang didapetin Peter Parker ini nggak semata pemberian seluruhnya saat dia kegigit laba-laba. Pada awalnya, dia malah ga bisa bergelantungan layaknya laba-laba bahkan melompat dengan tangkas dari gedung satu ke gedung lainnya. Nggak hanya itu, Peter sendiri pernah membuktikan keberadaan kekuatannya yang ajaib itu dengan mengikuti sebuah pertarungan tinju puritan. Dia menciptakan kostumnya sendiri yang keliatan konyol dan akhirnya pulang babak belur.
Hari demi hari berlalu. Peter masih aja belom mengerti, di mana sebenernya letak kekuatan itu. Tapi dia terus berlatih untuk mengetahuinya. Setiap hari dia belajar melompat, memanjat gedung-gedung tinggi walau berkali-kali jatuh dan gagal. Tapi yang namanya hukum alam itu pasti akan berubah ketika manusia selalu melawannya. Dan itu juga yang dialami Peter. Usaha itu akhirnya membuahkan hasil dan ia menjadi Super Hero yang di puja-puja oleh masyarakat yang merasa nyawanya telah diselamatkan oleh super hero ini.
Does he lucky at first? Nope. In the first, he just a looser. Now, he’s super hero and create his own lucky by his unlucky.
Apa yang aku ceritain di atas, masih sebuah fiksi. Karena aku masih punya kisah yang lebih menyentuh tentang ‘Looser’ ini.
Kali ini tentang seorang Panglima yang bernama Temudjin. Yang namanya tercatat sebagai penakluk imperium terluas sepanjang sejarah peradaban manusia. Nama panglima ini lebih dikenal dengan julukan kehormatannya yaitu, Jengis Khan. Kaisar Semesta.
Jengis Khan adalah pria mongol putra seorang kepala suku dari klan Khan. Ayahnya dibunuh oleh suku lawan dan pada usia 9 tahun, dan Temudjin akhirnya menjadi sandera suku lawan. Selama menjadi tawanan musuh, Temudjin dipasung dengan sebuah gelang bambu yang diikatkan pada batang lehernya agar tak bisa lolos. Dia hanyalah salah satu dari sekian banyak rakyat Mongol yang hidup dalam kemiskinan dan kelaparan dan waktu-waktu dilalui dengan perang antar suku.
Lalu gambaranku tentang sosok Jengis Khan ini jadi semakin jelas waktu aku secara nggak sengaja menonton filmnya yang berjudul Mongol karya seorang sutradara asal Rusia.
Saat itu Temudgin terkena panah waktu melarikan diri dari tawanan. Musuh terus mengejar Temudgin untuk dibunuh tapi akhirnya diselamatkan oleh wanita Mongol dari suku asal Temudgin yang bernama Bote dan di kemudian hari menjadi isterinya.
Sebelumnya Temudjin pernah dijadikan budak selama masa pelariannya dan hendak dibeli oleh seorang bangsawan Cina. Lalu seorang Biksu yang menyertai bangswan Cina itu juga saat bertemu Temudgin pertamakali, meramal bahwa Temudjin ini nantinya akan menjadi seorang yang tangguh dan dihormati. Temudjin lalu meminta tolong pada biksu itu untuk menyampaikan pesan pada isterinya Bote. Dan akhirnya, Bote pun dapat menebus suaminya sendiri.
Temudgin lalu diterima oleh kepala suku sekaligus panglima perang dalam sukunya saat itu yang bernama Jamukha. Pada masa itu, persaudaraan sesama suku teramat kuat. Maka Jamukha pun menganggap Temudgin ini seperti adiknya sendiri. Temudgin lalu sering diajak berperang. Lama kelamaan, Temudgin semakin ahli dan terlatih sehingga banyak pasukan yang mulai menaruh hormat pada Temudgin. Nggak berhenti sampai di situ, pasukan Temudgin semakin hari semakin banyak dan membuat Jamukha iri. Karena jumlah pasukan yang bergeser kepada Temudgin semakin banyak, maka Jamukha memutuskan untuk berperang dengan Temudjin untuk menentukan satu panglima diantara mereka.
Perang pun dimulai. Kedua kubu berjumlah besar saling bertemu untuk berperang. Saat itu dari kedua belah pihak memiliki ribuan pasukan. Namun jumlah pasukan Temudgin jauh lebih kecil dibanding pasukan Jamukha.
Dan pada saat kedua kubu saling menyerang, tiba-tiba langit menjadi gelap gulita. Petir dan guntur saling bersahutan. Lalu apa yang terjadi? Para pasukan kelimpungan dan panik bukan main. Barisan mereka kocar-kacir dan mencari perlindungan sendiri-sendiri. Semuanya berlindung di balik tameng-tameng mereka dan kuda-kuda mereka. Tak ada yang tinggal di atas tunggangannnya selain Temudgin. Dia hanya tertegun sambil merasa heran menatap sekelilingnya yang tiba-tiba senyap akibat cuaca yang tiba-tiba berubah drastis. Lalu sesaat kemudian, waktu cuaca kembali sedikit normal, para pasukan yang tadi ketakutan ini bangkit dan mengelu-elukan Temudjin. Mereka pun mengakui Temudgin lah pemimpin sejati mereka.
Cerita punya cerita, banyak pasukan Jamukha yang menyerahkan diri pada Temudgin. Semua pasukan Mongol mengakui kedigdayaan Temudgin pada saat itu. Termasuk Jamukha yang merasa kalah sekaligus kagum pada saudara angkatnya itu. Lalu aku masih inget kata Jamukha sewaktu menyerahkan diri di hadapan Temudgin.
“Silahkan bunuh aku saudaraku…”
Temudgin menggeleng sambil berkata “Aku tidak akan membunuh saudaraku sendiri…”
Jamukha bersimpuh haru sambil bertanya, “Saudaraku, mengapa kau tidak takut petir? Bukankah semua orang Mongol takut petir….?”
Lalu Temudjin menjawab dan sekaligus jadi ungkapan yang sangat berkesan dalam ingatanku tentang sebuah kemalangan.
“Mengapa aku tidak takut petir? Itu karena aku tak pernah punya tempat berlindung…”
When the story end, do you still guess that Temudgin is lucky?
Never. He get his lucky by Fighting.
Ok, I think, I’ll never get enough about something that I always adore. Itu adalah segelintir kisah nyata yang inspiratif tentang sebuah perjuangan hidup di tahun 1200 an..Aku masih punya banyak kisah tentang para ‘Looser’ lainnya yang pada akhirnya bangkit karena ketidakberuntungan selalu akrab dengan orang-orang macam ini.
Kisah yang paling baru, yang aku baca akhir-akhir ini tentang sorang pengusaha sukses kaliber dunia, pemilik Machintos. Dialah Steve Jobs.
Steve Jobs ini seorang anak tanpa ayah yang dilahirkan dari seorang ibu tamatan SMA dan merupakan anak dari hasil hubungan di luar nikah. Semenjak dalam kandungan si ibu malah sudah merencanakan untuk menyerahkan anaknya pada orang yang mau mengadopsi anaknya. Tujuan si ibu supaya anaknya kelak bisa kuliah sampai sarjana dan tak seperti dirinya. Tapi begitu lahir, orang tua angkat Steve Jobs meninggal dunia dan hak asuhnya dikembalikan pada orang tua kandungnya.
Walau akhirnya orang tua Steve dapat menyekolahkannya hingga perguruan tinggi, karena alasan keuangan dan minatnya yang tidak terlalu pada jurusan yang dia ambil, Steve memutuskan keluar dan luntang-lantung selama beberapa lama.
Steve menjalani hari-harinya sebagai orang yang kehilangan tujuan sekaligus kehilangan semangat hidup. Saat itu dia berpikir bahwa ia akan gagal seperti orang tuanya. Lama ia hidup di jalanan, dan sering mengikuti mata kuliah temannya secara diam-diam. Dan lama-kelamaan ia mulai tertarik pada mata kuliah itu (aku lupa banget namanya apa) yang terfokus pada seni membuat kaligrafi dan yang dikemudian hari sangat bermanfaat bagi merk Apple nya. Beberapa tahun setelah itu Steve mendirikan perusahaan pertamanya dengan menggaji beberapa ahli IT untuk membantunya merancang penemuan software mutakhir hingga saat ini. Dan sampai kini, kedigjayaan Machintos terus menggurita sampai sekarang dengan omset miliaran dolar per tahunnya.
Have you think that ‘lucky’ is come by itself without struggling? If you say ‘ya’ it means you were too long living in your empty dreams. So, you are nonsen!
Begitu banyak kisah yang ingin aku critain di sini, tentang kehebatan para ‘looser’ yang semula seolah menjadi sampah masyarakat, bermasa depan suram, dan semua sugesti negatif tentang orang-orang
Di saat Albert Einstein pernah di DO karena dianggap gagal dalam kuliahnya, Thomas Alfa Edison yang dulu pernah pula ‘ditendang’ dari sekolahnya karena dikira idiot, Jengis Khan yang pernah menjadi budak, Peter Parker si culun, dan Steve Jobs yang malang, menjadi referensi dalam mencari jati diri rasanya udah memenuhi angan-anganku tentang masa depan, aku nggak punya lasan lagi untuk menyerah apalagi berhenti untuk meraih cita-cita.
Mereka adalah bukti yang menjawab pertanyaanku selama ini. Mengapa Allah selalu menciptakan kehidupan yang tidak biasa bagi orang-orang hebat. Karena Allah tahu, ketidakberuntungan akan membuat orang-orang ini kreatif, berpikir, bekerja keras, dan berjuang untuk menyulap ketidakberuntungan itu menjadi berkah yang tiada
Ya Muhaimin, terima kasih telah menganugerahkan kesulitan-keseulitan ini dalam hidupuku. Terima kasih telah menakdirkan aku menjadi orang yang ‘berbeda’ dari teman-temanku. Terima kasih untuk ketidakberuntungan yang pernah Kau berikan disaat aku belum memahaminya. Terima kasih untuk pengertian yang Kau tanamkan dalam keyakinan hati kecilku. Terima kasih telah menciptakan keadaan ini dalam hidupku. Terima kasih telah menjadikan aku adalah aku yang sekarang. Yang tiada henti mengalami cobaan-cobaan yang Kau berikan untuk mendewasakanku. Terima kasih ya Robbana…
Bukannya Engkau ingin mendzalimiku, bukan pula Kau tidak merahmatiku dan memanjakan aku dengan kemewahan-kemewahan yang klise. Tapi kau malah mengkaruniaku dengan hidup yang sedemikian hebat ini. Yang tidak semua orang sengsara menyadari keberkahan di dalamnya. Kau tak beri aku apel, tapi Kau beri aku bibit nya untuk aku tanam. Saat kupinta emas, kau malah memberiku alat untuk menggali dan mengambil sebanyak-banyaknya. Subahanallah, Maha Suci Engkau ya Allah…
Kini bagiku, penderitaanku seolah firmanMu yang mana ingin Kau sampaikan bahwa kesulitan itu adalah kunci keberhasilanku…
Dear God, Thanks to made me like a looser, like a zero … and like a nothing.
I’ll trough this way, to get my way.
Allahu Akbar…
0 komentar:
Posting Komentar